Rambut

Potong rambut dari dulu selalu bikin gue nervous.
Potong rambut itu gak kayak game yang bisa save dan load.
Sekali salah ya mampus.

Mungkin perihal rambut-rambutan ini bukan hal besar buat lo ya, but it is to me.
Gue selalu ribet nyari baju, tas, celana, apapun deh, karena gue mau yang gue pakai bisa teriakkin kepribadian gue. Kayak orang bisa bilang aneh lihat gue pakai jeans atau celana panjang, mereka udah korelasiin gue dengan short shorts, or the color yellow, and that makes me happy.

Ribet emang yee, tapi gimana dong, habis gue serius soal identitas.
Karena itu gue gak pernah mau kompromi soal sexuality gue,
gue gak pernah sembunyiin identitas gue. This is all me, take it or leave it.
Mau di sekolah sama guru, sama temen, ketemu orang baru, di kantor, dimanapun dan dengan siapapun deh.
Gak berarti gue ujug ujug muncul dan death drop terus tebar-tebar glitter sambil teriak Im gaaaayyy, tapi saat orang nanya soal orientasi seksual gue, gue selalu bilang kenyataannya.
Bukan berarti gue bisa dideskripsiin hanya dengan orientasi seksual gue ya, it is just a part of me.
Aneh memang tapi entahlah, kok di dunia ini identitas kita masing-masing aja masih harus diperjuangin. And for queer people, the fight is even harder.

Ibaratnya ya, hmmmmmm, ya branding lo itu penting.
What makes you, you. Masa lo mau tenggelam tanpa personality di antara lautan orang.
Atau lo mau, ya gapapa sih bebas, I'm speaking for myself aja hehehehe.

Okay, balik soal rambut.

Gue dulu potong rambut sama bokap, saat dia masih kerja di salon di Panglima Polim.
I don't think he's very good, at least sama kepala gue.
Tapi kayaknya dia cocok cocok aja tuh sama cewek.
Jadi gue culun banget dan rambut hasil guntingannya gak flatter my profile sama sekali, malah bikin kepala gue makin kelihatan gepeng.
Terus gue masih ingat banget pas SMA,
pertama kalinya gue semacam nemuin... a piece of myself? Hahaha.
Like... this is it, I want this thing to reflect my personality.
Gue potong poni rata untuk pertama kalinya.
Dan kampanye kepala jamur itu terus berlangsung sampai gue kuliah.
Pokoknya my go-to haircut ya poni rata.
Sampe dibilang kayak Yuni Shara. Yaudah si.
Dan layaknya anak DKV lainnya, baru deh lama kelamaan jajal gondrong.
(Ew. Gue kayak Chrisye jaman kuliah..)

Kalau sekarang sih gue lebih leluasa mau panjang atau pendek, berponi atau cepak, selama gak keluar dari guidelines: rapih clean cut, gak mau yang stylized sampe gue kudu pakai hair product.

But here's the thing, gak semua orang ngerti sama rambut dan kepala gue.
Dan selain jaminan rambut gue minimal baik-baik saja, gue mencari this sense of security - dan ini yang paling penting.
So far gue baru temuin hal ini di satu orang: Mbak Mala.

Gue pertama kali coba ke Cyberhair gegara Ferry. Dia yang ngenalin gue sama Mbak Mala.
Dan karena tampilan gue dan Ferry banyak yang bilang serupa tapi tak sama, jadi gue percaya.
Dan Mbak Mala is everything I've ever wanted in a hairdresser.
She's calm and collected. Entah apanya yang bikin dia kelihatan poised dan cool.
She takes time to do her craft. Pelan tapi pasti banget guntingnya. Teliti pula.
Dia selalu cek sama gue every step of the way gimana gimananya.
Dia gak bawel, gue sebal diajak ngobrol kebanyakan, apanya salon sih yang bikin siapapun di dalamnya jadi chatty??? Mbak Mala pas banget antara basa-basi dan diamnya.
Dia acknowledge bentuk kepala gue dan bisa menyiasati kepala gue biar kelihatan lebih mbuled.
Dia mengindahkan request gue juga.
She's also pretty to look at!
She's perfect.

This one time gue dateng dan ternyata Mbak Mala off, gue dipegang sama this guy.. terus itu jadi kali pertama gue nangis gegara rambut. It was really fugly I couldn't even recognize myself in the mirror.
Drama banget ye, tapi beneran pas ngaca gue syok berat ini siapa cina kota di kaca anjing... dan gue nangis seketika di toilet. Like how hard is it sih rapihin kiri kanan belakang terus poni rata yaudah kayak rambut Kobo-chan. Tambahin gue jaket motor sama kalung silver gue udah cocok mejeng di Lokasari. Yaudah, I learned my lesson yaa, sekarang gue selalu telepon dulu sbelom kepedean dateng ke salon.

Jadi saat Bagus atau Pray nanya kenapa gak potong di bawah aja sih salon murah 35k cuma buat rapihin doang dibanding ke Cyberhair 150l gitu kan.. ya salon di bawah gak bisa ngasih gue the sense of security! I mean, Bagus sempat marah-marah balik habis potong di bawah karena hairdresser nya sotoy gak mengindahkan request Bagus dan lebih memilih untuk potong dengan caranya sendiri. It was his head! His hair! Ya jelas dia bete. Dia tahu mana yang bagus buat kepalanya sendiri.

Terus tadi akhirnya gue rapihin kepala botak gue yang udah kayak kedongdong gak jelas.
Di antara mikir mau makan apa habis ini, terus ngeliat muka merengut Mbak Mala yang lagi serius... gue tetiba jadi sentimental...
Kalau amin amin visa gue mid year ini keterima dan gue pergi for a year or even a few...
Terus macam ada supercut di kepala gue.
Ada imej gue kesulitan ngomong bahasa inggris di salon..
Gue bete karena salon di luar mahal..
Gue terpaksa pakai hair product...
Terus terakhir wajah Mbak Mala...
Eh terus jadi sedih...

She's an essential part of my life gitu.
Kayak kalau hidup gue ada compartments nya, ya dia salah satunya.

Gue udah ga tahu mau nutup postingan ini gimana sebenernya,
gue udah gak tahu mau ngomong apa lagi...
tapi rasanya tulisan ini gak rapi banget :')

Jadi begitulah... rambut...
Penting...
Yha.

Mbak Mala.
Hiks.

Comments

  1. Anonymous26.6.18

    Hi! It has nothing to do with your hair & I hope I don't sound creepy but love your way of story telling! xD Beberapa tahun lalu pernah nyasar ke blog ini & tonight out of the blue & gloom nge-click lg, kinda put smile amid the gloom! Thnku

    ReplyDelete
    Replies
    1. awwwee :') the pleasure is all mine, really! *hugs*

      Delete

Post a Comment

Popular Posts